Pemilihan menu yang tepat merupakan salah satu pendukung keberhasilan kita didalam membuat media presentasi. Postingan kali ini menindak lanjuti postingan sebelumnya tentang pembuatan menu utama. Dalam pembuatan menu utama media pembelajaran sekurang-kurangnya ada menu SK/KD, menu Materi, menu latihan soal dan menu referensi.
Baiklah Bapak Ibu kita langsung masuk pada bahasan menu pull down, apa dan kenapa kita membuat menu pull down.
Apa itu menu pull down : menu pull down adalah salah satu teknik membuat menu tersembunyi, menu ini muncul disaat dibutuhkan dan menghilang setelah tidak digunakan, Bapak Ibu tentunya pernah melihat menu yang bila didekati dengan kursor tiba-tiba keluar submenu, tetapi jika kursor kita menjauh sub menu menghilang.
Kenapa kita menggunakan menu pull down: menu pull down digunakan untuk mengurangi banyaknya menu yang ada di menu utama, agar tampilan menu tidak terlalu banyak dan berdesakan (biasanya dipakai kalau menu materi terlalu banyak), sehingga tampilan presentasi kita tampak cantik.
Bagaimana prinsip kerja animasi menu pull down: Prinsip menu pull down dimulai dari perpindahan slide ke sub menu jika menu yang ada di menu utama kita dekati dengan kursor (fasilitas mouse over).
Bagaimana cara membuat animasi menu pull down:
KASUS YANG ADA: Materi presentasi kali ini terdiri-dari materi A, B, C, D, E, F.
Slide 1:
- Kita buat menu utama misal dalam tutorial kali ini menu utamanya berisi kompetensi, materi, latihan, lihat spu, referensi.
- Pada menu kompetensi, latihan, lihat spu, referensi masing-masing kita beri moese klik ke slide yang dituju caranya misal pada menu kompetensi, klik kotak kompetensi, pilih menu slide show >>> action setting >>>> pilih tap mouse klik >>> hiperlink to >>> slide pilih slide tempat kompetensi, yang lain sama.
- Khusus menu materi , klik kotak kompetensi, pilih menu slide show >>> action setting >>>> pilih tap mouse over >>> hiperlink to >>> slide pilih slide 2.
Slide 2:
- Untuk slide 2, duplikat saja dari slide satu. Caranya menu insert >>> duplicate slide. (slide ini digunakan agar animasi pada slide ketiga selalu berjalan)
- Khusus slide 2 perlakukan slide transisi automatic dengan waktu 0, caranya slide show >>> slide transition >>> advance slide >>> centang automatic slide >>> berikan nilai 0
Slide 3:
- Duplikat slide 2, tambahkan sub menu seperti gambar menu A, B, C, D, E, F kemudian group.
- Dibelakang sub menu kita beri kotak merah sebagai jebakan untuk menuju ke slide 1. (selanjutnya nanti kita transparankan sampai 95% sehingga warna merah tidak tamapk)
- Kita klik group sub menu kita beri animasi wipe dari atas ke bawah agar munculnya menu tampak menarik, caranya slide show >>> custom animation >>> add effect >>> entrance >>> wipe >>> pilih dari atas ke bawah dan buat with previos
- Beri action setting pada menu A, B, C, D, E, F menuju ke slide tempat materi A, B, C, D, E, F.
- Beri action setting pada kota jebakan merah gunakan mouse over caranya menu slide show >>> action setting >>> mouse over >>> hiperlink to >>> pilih slide 1
- Kotak jebakan ini digunakan jika kita tidak jadi memilih menu materi A-F, dan mouse diarahkan keluar maka kita dibawa ke menu utama pada slide 1
Slide 4 dan seterusnya:
- Kita tinggal menambahkan slide kompetensi, slide materi A sampai F, slide latihan, slide spu, slide referensi ( setiap slide 4 sampai seterusnya tambahkan menu home untuk kembali ke menu utama)
Mudah-mudahan tutorial ini bisa membantu, bila ada masukan atau mengalami kesulitan silahkan didiskusikan di kolom komentar.
Bila Bapak Ibu menginginkan belajar dari yang sudah jadi silahkan di download disini
courtesy of blog
Kadang kita dalam membuat media presentasi butuh variasi menu agar tidak selalu sama, kali ini saya menawarkan animasi menu berjalan yang dibuat dengan menggunakan power point.
Apa itu ANIMASI MENU BERJALAN ?
Animasi menu berjalan kita definisikan secara sederhana sebagai menu (tombol navigasi) untuk pindah antar slide yang kita buat dengan posisi berjalan. Teknik yang kita pakai adalah teknik perpindahan slide.
Bagaimana prinsip ANIMASI MENU BERJALAN ?
Prinsip animasi menu berjalan ini bisa beragam, untuk itu biar menyamakan persepsi kali ini yang kita pakai adalah sebuah menu yang selalu berjalan tetapi kalau didekati mouse menu akan berhenti dan kita bisa memilih navigasi yang kita inginkan, dan jika kita tidak jadi memilih dan mouse di jauhkan dari menu, maka menu kembali berjalan, prinsip yang seperti ini yang kita pakai kali ini dalam animasi menu berjalan, tentunya masih banyak prinsip yang lain.
Bagaimana cara membuat ANIMASI MENU BERJALAN diatas ?
Pada slide pertama:
- kita buat tulisan atau gambar sebanyak menu yang kita buat (bila dalam bentuk tulisan sebaiknya gunakan word art atau teks box yang terpisah satu dengan yang lainnya). Biar tampak rapi upayakan teks box atau gambarnya dibuat ukurannya sama.
- Tempatkan gambar atau teks box berjajar dari kiri ke kanan tanpa jarak.
- pilih semua gambar yang akan dijadikan menu (drag semua) kemudian kita group, sekarang kita sesuaikan gambar hasil group dengan panjang stage pada slide, Panjang gambar hasil group harus sama dengan panjang stage pada power point, untuk itu kita bisa tarik keluar atau dorong kedalam agar sama dengan panjang stage.
- Menu yang kita buat pada langkah no 3 kita copy, sehingga sekarang kita memiliki 2 gambar menu yang sama.
- Pada gambar menu yang pertama kita beri animasi fly In, Direction from right dangan speed 15 second biar tidak terlalu cepat, dengan pengulanagn terus menerus
- Caranya klik gambar pertama masuk menu slide show pilih menu custom animation, klik add effect pilih entance dan cari animasi Fly In, pilih start with previous, dengan direction from right, dengan speed ketik angka 15 biar gak terlalu cepat, kemudian pada repeat pilih until end of slide
- Pada gambar menu yang kedua kita beri animasi fly out, Direction to left dangan speed 15 second biar sama dengan kecepatan gambar pertama, dengan pengulanagn terus menerus
- Caranya klik gambar pertama masuk menu slide show pilih menu custom animation, klik add effect pilih exit dan cari animasi Fly Out, pilih start with previous, dengan direction to left, dengan speed ketik angka 15 biar sama dengan kecepatan gambar pertama, kemudian pada repeat pilih until end of slide.
- Sekarang tumpuk gambar pertama dan kedua kemudian jalankan dengan slide show, gambar menu akan berjalan dari kiri kekanana secara terus menerus. Layaknya teks berjalan seperti di televisi hehehe.
Pada Slide Kedua:
- Buat slide kedua dengan jalan insert new slide
- Copy 1 gambar menu yang ada di slide pertama, kemudian hilangkan semua animasinya, dengan jalan klik gambar yang dihilangkan animasinya kemudian pilih slide show pilih custom animasi pada task pane (menu yang dikanan) pilih remove.
- sekarang kita lepas group menu pada slide ke dua, dengan jalan klik kanan gambar menu kemudian pilih grouping dan pilih ungroup.
- Masing-masing menu sudah bisa di beri navigasi dengan jalan slide show kemudian pilih action setting pilih menu hyperlink to pilih nomer slide yang mau dihubungkan, lakukan pada menu-menu yang lain.
- sekarang di coba di slide show, menu diam dan bila kita dekati dengan mouse berubah menjadi tangan. Kemudian kita juga harus tambahankan halaman yang menjadi tujuan pada menu navigasi slide kedua ini.
Menghubungkan slide pertama dan kedua.
- Pada slide pertama, diatas dan dibawah menu kita pasang jebakan untuk memaksa mouse pindah ke slide kedua jika mendekati menu.
- Jepakan bisa berupa kotak memanjang yang kita buat transparan sampai sekitar 96%, atau gambar hisan lain.
- cara membuat jebakan dengan jalan kotak memanjang atau hiasan kita klik kemudian pilih slide show pilih action setting, pilih MOUSE OVER kemudian pada hiperlink to pilih ke slide ke dua.
- Pada slide kedua juga kita beri jebakan yang sama hanya mose overnya kita arahkan ke slide satu.
Tujuannya jika kita mau mendekat menu berjalan di slide pertama mouse akan bertemu dengan jebakan dan akan secara otomatis kita dibawah ke slide kedua yang berisi menu yang sudah di beri link ke halaman tujuan dan bila kita tidak jadi memilih menu dan mose kita tarik keluar maka mouse kita terjebak di slide kedua dan otomatis kita dibawa ke slide pertama, begitu seterusnya.
Selamat mencoba, dan bila Bapak Ibu perlu hasil tutorial kali ini silahkan download file jadi ppt di KLIK SAJA DISINI
Courtesy of blog
BANGSA yang besar adalah bangsa yang mempunyai kurikulum pendidikan yang bagus dan stabil (tidak berubah-ubah) serta memberi motivasi pelajarnya agar bisa meningkatkan standar mutu pendidikannya di kemudian hari.
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap.
Tahun 1950 ada kurikulum SD yang disebut “Rencana Pelajaran Terurai”. Pada tahun 1960 muncul “Kurikulum Kewajiban Belajar Sekolah Dasar”. Tahun 1968 dikenal “Kurikulum 1968″ pengganti “Kurikulum 1950″. Lalu tahun 1970 muncul “Kurikulum Berhitung” diganti dengan pelajaran matematika modern.
Tahun 1975 disebut “Kurikulum 1975″ yang fokus pada pelajaran matematika dan Pendidikan Moral Pancasila serta Pendidikan Kewarnegaraan. Pada tahun 1984 menyempurnakan Kurikulum 1975 dengan “Cara Belajar Siswa Aktif” (CBSA).
Tahun 1991 CBSA dihentikan lalu muncul “Kurikulum 1994″. Tahun 2004 dikenal “Kurikulum Berbasis Kompetensi” (KBK), yang dipelesetkan jadi Kurikulum Berbasis Kebingungan.
Terakhir tahun 2006 muncul “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan” (KTSP), entah berapa tahun lagi ada kurikulum baru yang membuat bingung semua pihak. Siswa kita jangan dijadikan “kelinci percobaan”. Majulah pendidikan Indonesia.
Sejarah Kurikulum Indonesia
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
a. Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
b. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
c. Kurikulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
d. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
e. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
f. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
g. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
h. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR) @sumber
Salah satu model yang saat ini populer dalam pembelajaran adalah MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE model ini merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif. Gambar ini sangat cocok untuk pembelajaran Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Matematika. Tetapi model ini tepat dapat digunakan dalam mata pelajaran yang lain dengan kemasan dan kreatifitas guru.
Sejak di populerkan sekitar tahun 2002, model pembelajaran mulai menyebar di kalangan guru di Indonesia.
Dengan menggunakan model pembelajaran tertentu maka pembelajaran menjadi menyenangkan. Selama ini hanya guru sebagai actor di depan kelas, dan seolah-olah guru-lah sebagai satu-satunya sumber belajar.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sudah sedemikian rupa, dimana setiap orang dapat memperoleh informasi dari seluruh dunia hanya di dalam kamar saja dengan layanan internet, maraknya penerbitan guru dan sumber-sumber lain yang tidak kita duga.
Pembelajaran modern memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model apapun yang digunakan selalu menekankan aktifnya peserta didik dalam setiap proses pembelajaran. Inovatif setiap pembelajaran harus memberikan sesuatu yang baru, berbeda dan selalu menarik minat peserta didik. Dan Kreatif, setiap pembelajarna harus menimbulkan minat kepada peserta didik untuk menghasilkan sesuatu atau dapat menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan metoda, teknik atau cara yang dikuasai oleh siswa itu sendiri yang diperoleh dari proses pembelajaran.
Model Picture And Picture untuk kalangan SMA memang paling cocok untuk pembelajaran tiga mata pelajaran yang telah disebutkan di atas, sedangkan di tingkat SD dan SMP hampir semua mata pelajaran dapat menggunakan model ini.
Setiap model harus kita persiapkan dengan baik agar proses pembelajaran dapat berlangsung efektif, tanpa persiapan yang matang pembelajaran apapun akan menjadikan siswa menjadi jenuh. Model pun harus berganti-ganti dalam beberapa pertemuan agar PBM tidak monoton.
Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi factor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta dalam ukuran besar. Atau jika di sekolah sudah menggunakan ICT dalam menggunakan Power Point atau software yang lain.
Langkah-langkah dalam PICTURE AND PICTURE adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampai apaka yang menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka siswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping itu guru juga harus menyampaikan indicator-indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar
Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini guru memberikan momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru atau oleh temannya. Dalam pembelajaran bahasa Inggris atau bahasa Indonesia siswa dapat mencerikan kronologi, jalan cerita atau maksud dari gambar yang ditunjukan. Dalam Pelajaran Matematika dapat digambarkan tentang kubus, segitiga atau lainnya dari sini dapat digambarkan mengenai diagonal, diagonal ruang, tinggi atau luas bidang.
Dalam pelajaran Geografi dapat ditunjukan bagaimana dengan proses terjadinya batuan. Ingatlah bahwa JIKA DAPAT DI VISUALKAN kenapa harus pakai kata-kata. Dengan Picture atau gambar kita akan menghemat energy kita dan siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan.
Dalam perkembangakan selanjutnya sebagai guru Anda dapat memodifikasikan gambar atau mengganti gambar dengan video atau demontrasi yang kegiatan tertentu seperti membuat kopi, menggoreng tempe dan sebagainya.
4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan.
Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutan, dibuat, atau dimodifikasi. Jika menyusunan bagaiaman susunananya. Jika melengkapi gambar mana gambar atau bentuknya, panjangnya, tingginya atau sudutnya.
Perlu di ingat uratan dalam pembuatan harus benar sebagai contoh dalam matematikan untuk menggambar diagonal ruang adalah langkah yang harus dilakukan dengan benar sampai ditemukan diagonal ruangnya.
Untuk menceritakan gambar dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia ada urutan-urutan yang harus dilakukan.
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan KD dengan indicator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-banyaknya peran siswa dan teman yang lain untuk membantu sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik.
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan indicator yang telah ditetapkan.
Pastikan bahwa siswa telah menguasai indicator yang telah ditetapka.
7. Kesimpulan/rangkuman
dikutip dari http://sadiman2007.blogspot.com/2010/02/model-pembelajaran-picture-and-picture.html
Sejak di populerkan sekitar tahun 2002, model pembelajaran mulai menyebar di kalangan guru di Indonesia.
Dengan menggunakan model pembelajaran tertentu maka pembelajaran menjadi menyenangkan. Selama ini hanya guru sebagai actor di depan kelas, dan seolah-olah guru-lah sebagai satu-satunya sumber belajar.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sudah sedemikian rupa, dimana setiap orang dapat memperoleh informasi dari seluruh dunia hanya di dalam kamar saja dengan layanan internet, maraknya penerbitan guru dan sumber-sumber lain yang tidak kita duga.
Pembelajaran modern memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model apapun yang digunakan selalu menekankan aktifnya peserta didik dalam setiap proses pembelajaran. Inovatif setiap pembelajaran harus memberikan sesuatu yang baru, berbeda dan selalu menarik minat peserta didik. Dan Kreatif, setiap pembelajarna harus menimbulkan minat kepada peserta didik untuk menghasilkan sesuatu atau dapat menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan metoda, teknik atau cara yang dikuasai oleh siswa itu sendiri yang diperoleh dari proses pembelajaran.
Model Picture And Picture untuk kalangan SMA memang paling cocok untuk pembelajaran tiga mata pelajaran yang telah disebutkan di atas, sedangkan di tingkat SD dan SMP hampir semua mata pelajaran dapat menggunakan model ini.
Setiap model harus kita persiapkan dengan baik agar proses pembelajaran dapat berlangsung efektif, tanpa persiapan yang matang pembelajaran apapun akan menjadikan siswa menjadi jenuh. Model pun harus berganti-ganti dalam beberapa pertemuan agar PBM tidak monoton.
Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi factor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta dalam ukuran besar. Atau jika di sekolah sudah menggunakan ICT dalam menggunakan Power Point atau software yang lain.
Langkah-langkah dalam PICTURE AND PICTURE adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampai apaka yang menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka siswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping itu guru juga harus menyampaikan indicator-indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar
Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini guru memberikan momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru atau oleh temannya. Dalam pembelajaran bahasa Inggris atau bahasa Indonesia siswa dapat mencerikan kronologi, jalan cerita atau maksud dari gambar yang ditunjukan. Dalam Pelajaran Matematika dapat digambarkan tentang kubus, segitiga atau lainnya dari sini dapat digambarkan mengenai diagonal, diagonal ruang, tinggi atau luas bidang.
Dalam pelajaran Geografi dapat ditunjukan bagaimana dengan proses terjadinya batuan. Ingatlah bahwa JIKA DAPAT DI VISUALKAN kenapa harus pakai kata-kata. Dengan Picture atau gambar kita akan menghemat energy kita dan siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan.
Dalam perkembangakan selanjutnya sebagai guru Anda dapat memodifikasikan gambar atau mengganti gambar dengan video atau demontrasi yang kegiatan tertentu seperti membuat kopi, menggoreng tempe dan sebagainya.
4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan.
Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutan, dibuat, atau dimodifikasi. Jika menyusunan bagaiaman susunananya. Jika melengkapi gambar mana gambar atau bentuknya, panjangnya, tingginya atau sudutnya.
Perlu di ingat uratan dalam pembuatan harus benar sebagai contoh dalam matematikan untuk menggambar diagonal ruang adalah langkah yang harus dilakukan dengan benar sampai ditemukan diagonal ruangnya.
Untuk menceritakan gambar dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia ada urutan-urutan yang harus dilakukan.
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan KD dengan indicator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-banyaknya peran siswa dan teman yang lain untuk membantu sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik.
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan indicator yang telah ditetapkan.
Pastikan bahwa siswa telah menguasai indicator yang telah ditetapka.
7. Kesimpulan/rangkuman
dikutip dari http://sadiman2007.blogspot.com/2010/02/model-pembelajaran-picture-and-picture.html
Konsepnya adalah EMASLIM ( Edukator, Manager, Administrator, Supervisor, Leader,
Inovator, Motivator)
A. Sebagai Edukator
1. membimbing Guru
2. membimbing Karyawan
3. membimbing Siswa
4. membimbing Staf
B. Sebagai Manager
1. menyusun program
2. menyusun personal dalam organisasi sekolah
3. menggerakkan staf, guru, dan karyawan
4. mengoptimalkan sumber daya sekolah
C. Sebagai Administrator
1. mengelola administrasi KBM dan Bimbingan dan Konseling (BK)
2. mengelola administrasi kesiswaan
3. mengelola administrasi ketenagaan
4. mengelola administrasi keuangan
5. mengelola administrasi sarana prasarana
D. Sebagai Supervisor
1. menyusun program supervisi
2. melaksanakan program supervisi
3. menggunakan hasil supervisi
E. Sebagai Leader
1. memiliki kepribadian yang kuat
2. memahami kondisi anak buah yang baik
3. memiliki Visi dan memahami Misi sekolah
4. memiliki kemampuan mengambil keputusan
5. memiliki kemampuan berkomunikasi
F. Sebagai Inovator
1. kemampuan mencari dan menemukan gagasan baru untuk pembaharuan
sekolah
2. kemampuan melakukan pembaharuan di sekolah
G. Sebagai Motivator
1. kemampuan mengatur lingkungan kerja (Fisik)
2. kemampuan mengatur suasana kerja (Non-fisik)
3. kemampuan menerapkan prinsip penghargaan dan hukuman
TUPOKSI Pengawas (SD/MI/SMP/MTs)
Konsepnya adalah SEM
A. Supervisor
1. menyusun program supervisi untuk Kepala Sekolah dan guru baik fisik maupun
non fisik yang meliputi administrasi, sarana dan prasarana (sapras),
KBM, kesiswaan, ketenagaan, penerimaan siswa baru, evaluasi dan lingkungan
sekolah
2. melaksanakan program supervisi
3. mengelola hasil supervisi
4. melaporkan hasil supervisi kepada Korwas, Diknas, dan LPMP
B. Edukator
1. membimbing, mengarahkan dan memberi saran-saran kepada kepala sekolah,
guru, siswa dan staf
2. mendampingi kegiatan KKKS dan KKG, MKKKS dan MGMP
C. Motivator
1. mengusulkan kepala sekolah, guru dan staf untuk mengikuti pelatihan untuk
meningkatkan profesionalisme
2. mengadakan seleksi peserta untuk mengikuti lomba kepala sekolah, guru,
dan siswa berprestasi
courtesy
Inovator, Motivator)
A. Sebagai Edukator
1. membimbing Guru
2. membimbing Karyawan
3. membimbing Siswa
4. membimbing Staf
B. Sebagai Manager
1. menyusun program
2. menyusun personal dalam organisasi sekolah
3. menggerakkan staf, guru, dan karyawan
4. mengoptimalkan sumber daya sekolah
C. Sebagai Administrator
1. mengelola administrasi KBM dan Bimbingan dan Konseling (BK)
2. mengelola administrasi kesiswaan
3. mengelola administrasi ketenagaan
4. mengelola administrasi keuangan
5. mengelola administrasi sarana prasarana
D. Sebagai Supervisor
1. menyusun program supervisi
2. melaksanakan program supervisi
3. menggunakan hasil supervisi
E. Sebagai Leader
1. memiliki kepribadian yang kuat
2. memahami kondisi anak buah yang baik
3. memiliki Visi dan memahami Misi sekolah
4. memiliki kemampuan mengambil keputusan
5. memiliki kemampuan berkomunikasi
F. Sebagai Inovator
1. kemampuan mencari dan menemukan gagasan baru untuk pembaharuan
sekolah
2. kemampuan melakukan pembaharuan di sekolah
G. Sebagai Motivator
1. kemampuan mengatur lingkungan kerja (Fisik)
2. kemampuan mengatur suasana kerja (Non-fisik)
3. kemampuan menerapkan prinsip penghargaan dan hukuman
TUPOKSI Pengawas (SD/MI/SMP/MTs)
Konsepnya adalah SEM
A. Supervisor
1. menyusun program supervisi untuk Kepala Sekolah dan guru baik fisik maupun
non fisik yang meliputi administrasi, sarana dan prasarana (sapras),
KBM, kesiswaan, ketenagaan, penerimaan siswa baru, evaluasi dan lingkungan
sekolah
2. melaksanakan program supervisi
3. mengelola hasil supervisi
4. melaporkan hasil supervisi kepada Korwas, Diknas, dan LPMP
B. Edukator
1. membimbing, mengarahkan dan memberi saran-saran kepada kepala sekolah,
guru, siswa dan staf
2. mendampingi kegiatan KKKS dan KKG, MKKKS dan MGMP
C. Motivator
1. mengusulkan kepala sekolah, guru dan staf untuk mengikuti pelatihan untuk
meningkatkan profesionalisme
2. mengadakan seleksi peserta untuk mengikuti lomba kepala sekolah, guru,
dan siswa berprestasi
courtesy
Model Pembelajaran Think Pair and Share menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran.
Langkah-Langkah Pembelajaran
1) Guru menyampaikan inti materi
2) Siswa berdiskusi dengan teman sebelahnya tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
3) Guru memimpin pleno dan tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
4) Atas dasar hasil diskusi, guru mengarahkan pembicaraan pada materi/permasalahan yang belum diungkap siswa
5) kesimpulan
Think Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan keuntungan besar. Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas. Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu metode pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu thinking, pairing, dan sharing. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami konsep-konsep baru (student oriented).
Hambatan yang ditemukan selama proses pembelajaran antara lain berasal dari segi siswa, yakni: siswa-siswa yang pasif, dengan metode ini mereka akan ramai dan mengganggu teman-temannnya. Tahap pair siswa yang seharusnya menyelesaikan soal dengan berdiskusi bersama pasangan satu bangku dengannya tetapi masih suka memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi pelajaran, menggantungkan pada pasangan dan kurang berperan aktif dalam menemukan penyelesaian serta menanyakan jawaban dari soal tersebut pada
pasangan yang lain. Jumlah siswa di kelas juga berpengaruh terhadap pelaksanaan metode think pair share ini. Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok. Akibatnya terdapat kelompok yang beranggotakan lebih dari 2 (dua) siswa. Hal ini akan memperlambat proses diskusi pada tahap pair, karena pasangan lain telah menyelesaikan sementara satu siswa tidak mempunyai pasangan. Hambatan lain yang ditemukan yaitu dari segi waktu.
Kelemahan lain yang terjadi pada tahap think adalah ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan siswa yang suka mengulur-ulur waktu dengan alasan pekerjaan belum diselesaikan. Hal ini berdampak pada hasil belajar ranah kognitif, yaitu siswa kurang menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya. Metode ini membutuhkan banyak waktu karena terdiri dari 3 (tiga) langkah yang harus dilaksanakan oleh seluruh siswa yang meliputi tahap think, pair, share. Untuk mengatasi hambatan dalam penerapan metode kooperatif think pair share yaitu guru akan berkeliling kelas dengan mengingatkan kembali tahap-tahap yang harus siswa lalui. Hal tersebut dilakukan agar siswa tertib dalam melalui setiap tahapnya dalam proses pembelajaran ini. Guru akan memberikan point pada
siswa, jika siswa tersebut mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan atau memberikan sanggahan pada tahap share.
model pembelajaran Think-Pair-Share diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. Hal ini sesuai dengan pengertian dari model pembelajaran Think-Pair-Share itu sendiri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Lie (2002:57) bahwa, “Think-Pair-Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam hal ini, guru sangat berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dengan demikian jelas bahwa melalui model pembelajaran Think-Pair-Share, siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
model pembelajaran Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana yang memiliki prosedur secara eksplisit sehingga model pembelajaran Think-Pair-Share dapat disosialisasikan dan
digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Keunggulan lain dari pembelajaran ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, tipe Think-Pair-Share ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Lie,
2004:57).
Di samping mempunyai keunggulan, model pembelajaran Think-Pair-Share juga mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah: (1) metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah, (2) sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu pembelajaran berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal, (3) menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai dengan taraf berfikir anak dan, (4) mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa (Lie : 2004).
Model pembelajaran Think-Pair- Share dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Model pembelajaran Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana. Teknik ini memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan
orang lain. Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa (Lie, 2004:57). Model pembelajaran Think-Pair-Share adalah salah satu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi kepada orang lain.
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair- Share adalah: (1) guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok, (2) setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, (3) siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok
dan berdiskusi dengan pasangannya, (4) kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Lie, 2004: 58). Think-Pair-Share memiliki prosedur ynag ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Nurhadi dkk, 2003 : 66). Sebagai contoh, guru baru
saja menyajikan suatu topik atau siswa baru saja selesai membaca suatu tugas, selanjutnya guru meminta siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut.
Langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair-Share sederhana, namun penting trutama dalam menghindari kesalahan-kesalahan kerja kelompok (http: // home. att-net/_clnetwork/think ps.htm). Dalam model ini, guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain dan mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Tahap utama dalam pembelajaran Think-Pair-Share menurut Ibrahim (2000: 26-27) adalah sebagai berikut:
Tahap 1 : Thingking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap 2 : Pairing
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling meyakinkan, atau paling unik.
Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 : Sharing (berbagi)
Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam model Think-Pair-Share adalah:
Langkah ke 1 : Guru menyampaikan pertanyaan
Aktifitas : Guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.
Langkah ke 2 : Siswa berpikir secara individual
Aktifitas : Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikiranyya masing-masing.
Langkah ke 3: Setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan
Aktifitas : Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau paling meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS sehingga kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok.
Langkah ke 4 : Siswa berbagi jawaban dengan seluruh kelas
Aktifitas : Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas.
Langkah ke 5 : Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah
Aktifitas : Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah ang telah mereka diskusikan.
Kegiatan “berpikir-berpasaangan-berbagi” dalam model Think-Pair-Share
memberikan keuntungan. Siswa secara individu dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu berpikir (think time), Sehingga kualitas jawaban juga dapat meningkat. Menurut Jones (2002), akuntabilitas berkembang karena siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan pasangannya, kemudian pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga siswa jarang atau bahkan tidak pernah berbicara didepan kelas paling tidak memberikan ide atau jawaban karena pasangannya.
Menurut Spencer Kagan ( dalam Maesuri, 2002:37) manfaat Think-Pair-Share adalah: (1) para siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama lain ketika mereka terlibat dalam kegiatan Think-Pair-Share lebih banyak siswa yang mengangkat tangan mereka untuk menjawab setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa mungkin mengingat secara lebih seiring penambahan waktu tunggu dan kualitas jawaban mungkin menjadi lebih baik, dan (2) para guru juga mungkin
mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir ketika menggunakan Think-Pair-Share. Mereka dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan pertanyaaan tingkat tinggi.
Pembelajaran Kooperatif Model Think-Pair-Share
Model Think-Pair-Share tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif, model Think-Pair-Share dapat juga disebut sebagai model belajar-mengajar berpasangan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1985 (Think-Pair-Share) sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royaong. Model ini memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model Think-Pair-Share sebagai ganti dari tanya jawab seluruh kelas.
Sebagai suatu model pembelajaran Think-Pair-Share memiliki langkah-langkah tertentu. Menurut Muslimin (2001: 26) langkah-langkah Think-Pair-Share ada tiga yaitu : Berpikir (Thinking), berpasangan (Pair), dan berbagi (Share)
Tahap 1 : Thinking (berpikir)
Kegiatan pertama dalam Think-Pair-Share yakni guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara untuk beberapa saat. Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri dalam mengolah informasi yang dia dapat.
Tahap 2 : Pairing (berpasangan)
Pada tahap ini guru meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 : Share (berbagi)
Pada tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Keunggulan dari Think-Pair-Share ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model Think-Pair-Share ini memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik
TPS
Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah: a) memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan b) siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah, c) siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang, d) siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar, e) memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran (Hartina, 2008: 12). Senada dengan pendapat Hartina, Lie (2005: 46) mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berpasangan (kelompok yang teridiri dari 2 orang siswa) adalah 1) akan meningkatkan pasrtisipasi siswa, 2) cocok untuk tugas sederhana, 3) lebih banyak memberi kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, 4) interaksi lebih mudah, dan 5) lebih mudah dan cepat membentuk kelompok. Selain itu, menurut Lie, keuntungan lain dari teknik ini adalah teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak (Hartina, 2008: 12). Menurut Lie (2005: 46), kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok yang terdiri dari 2 orang siswa) adalah: 1) banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor, 2) lebih sedikit ide yang muncul, dan 3) tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok.
Tahapan-tahapan dalam pembelajaran think-pair-share sederhana, namun penting terutama dalam menghindari kesalahan dalam kerja kelompok. Dalam model ini guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Adanya kegiatan berpikir-berpasangan-berbagi dalam metode thinkpair-share memberi banyak keuntungan. Siswa secara individual dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu berpikir (think time) sehingga kualitas jawaban siswa juga dapat meningkat. Menurut Nurhadi (2003: 65), akuntabilitas berkembang karena setiap siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga siswa yang jarang atau bahkan tidak pernah berbicara di depan kelas paling tidak memberi ide atau jawaban kepada pasangannya.
Kelebihan metode pembelajaran TPS menurut Ibrahim, dkk. (2000:6):
1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.
2. Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan
mempengaruhi hasil belajar mereka.
3. Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional.
4. Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan metode konvensional.
5. Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini
dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.
6. Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.
Kelemahan metode TPS adalah pembelajaran yang baru diketahui, kemungkinan yang dapat timbul adalah sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar siswa (Ibrahim,2000:18). @ sumber
Langkah-Langkah Pembelajaran
1) Guru menyampaikan inti materi
2) Siswa berdiskusi dengan teman sebelahnya tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
3) Guru memimpin pleno dan tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
4) Atas dasar hasil diskusi, guru mengarahkan pembicaraan pada materi/permasalahan yang belum diungkap siswa
5) kesimpulan
Think Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan keuntungan besar. Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas. Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu metode pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu thinking, pairing, dan sharing. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami konsep-konsep baru (student oriented).
Hambatan yang ditemukan selama proses pembelajaran antara lain berasal dari segi siswa, yakni: siswa-siswa yang pasif, dengan metode ini mereka akan ramai dan mengganggu teman-temannnya. Tahap pair siswa yang seharusnya menyelesaikan soal dengan berdiskusi bersama pasangan satu bangku dengannya tetapi masih suka memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi pelajaran, menggantungkan pada pasangan dan kurang berperan aktif dalam menemukan penyelesaian serta menanyakan jawaban dari soal tersebut pada
pasangan yang lain. Jumlah siswa di kelas juga berpengaruh terhadap pelaksanaan metode think pair share ini. Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok. Akibatnya terdapat kelompok yang beranggotakan lebih dari 2 (dua) siswa. Hal ini akan memperlambat proses diskusi pada tahap pair, karena pasangan lain telah menyelesaikan sementara satu siswa tidak mempunyai pasangan. Hambatan lain yang ditemukan yaitu dari segi waktu.
Kelemahan lain yang terjadi pada tahap think adalah ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan siswa yang suka mengulur-ulur waktu dengan alasan pekerjaan belum diselesaikan. Hal ini berdampak pada hasil belajar ranah kognitif, yaitu siswa kurang menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya. Metode ini membutuhkan banyak waktu karena terdiri dari 3 (tiga) langkah yang harus dilaksanakan oleh seluruh siswa yang meliputi tahap think, pair, share. Untuk mengatasi hambatan dalam penerapan metode kooperatif think pair share yaitu guru akan berkeliling kelas dengan mengingatkan kembali tahap-tahap yang harus siswa lalui. Hal tersebut dilakukan agar siswa tertib dalam melalui setiap tahapnya dalam proses pembelajaran ini. Guru akan memberikan point pada
siswa, jika siswa tersebut mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan atau memberikan sanggahan pada tahap share.
model pembelajaran Think-Pair-Share diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. Hal ini sesuai dengan pengertian dari model pembelajaran Think-Pair-Share itu sendiri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Lie (2002:57) bahwa, “Think-Pair-Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam hal ini, guru sangat berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dengan demikian jelas bahwa melalui model pembelajaran Think-Pair-Share, siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
model pembelajaran Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana yang memiliki prosedur secara eksplisit sehingga model pembelajaran Think-Pair-Share dapat disosialisasikan dan
digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Keunggulan lain dari pembelajaran ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, tipe Think-Pair-Share ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Lie,
2004:57).
Di samping mempunyai keunggulan, model pembelajaran Think-Pair-Share juga mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah: (1) metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah, (2) sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu pembelajaran berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal, (3) menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai dengan taraf berfikir anak dan, (4) mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa (Lie : 2004).
Model pembelajaran Think-Pair- Share dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Model pembelajaran Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana. Teknik ini memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan
orang lain. Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa (Lie, 2004:57). Model pembelajaran Think-Pair-Share adalah salah satu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi kepada orang lain.
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair- Share adalah: (1) guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok, (2) setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, (3) siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok
dan berdiskusi dengan pasangannya, (4) kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Lie, 2004: 58). Think-Pair-Share memiliki prosedur ynag ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Nurhadi dkk, 2003 : 66). Sebagai contoh, guru baru
saja menyajikan suatu topik atau siswa baru saja selesai membaca suatu tugas, selanjutnya guru meminta siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut.
Langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair-Share sederhana, namun penting trutama dalam menghindari kesalahan-kesalahan kerja kelompok (http: // home. att-net/_clnetwork/think ps.htm). Dalam model ini, guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain dan mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Tahap utama dalam pembelajaran Think-Pair-Share menurut Ibrahim (2000: 26-27) adalah sebagai berikut:
Tahap 1 : Thingking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap 2 : Pairing
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling meyakinkan, atau paling unik.
Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 : Sharing (berbagi)
Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam model Think-Pair-Share adalah:
Langkah ke 1 : Guru menyampaikan pertanyaan
Aktifitas : Guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.
Langkah ke 2 : Siswa berpikir secara individual
Aktifitas : Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikiranyya masing-masing.
Langkah ke 3: Setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan
Aktifitas : Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau paling meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS sehingga kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok.
Langkah ke 4 : Siswa berbagi jawaban dengan seluruh kelas
Aktifitas : Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas.
Langkah ke 5 : Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah
Aktifitas : Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah ang telah mereka diskusikan.
Kegiatan “berpikir-berpasaangan-berbagi” dalam model Think-Pair-Share
memberikan keuntungan. Siswa secara individu dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu berpikir (think time), Sehingga kualitas jawaban juga dapat meningkat. Menurut Jones (2002), akuntabilitas berkembang karena siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan pasangannya, kemudian pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga siswa jarang atau bahkan tidak pernah berbicara didepan kelas paling tidak memberikan ide atau jawaban karena pasangannya.
Menurut Spencer Kagan ( dalam Maesuri, 2002:37) manfaat Think-Pair-Share adalah: (1) para siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama lain ketika mereka terlibat dalam kegiatan Think-Pair-Share lebih banyak siswa yang mengangkat tangan mereka untuk menjawab setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa mungkin mengingat secara lebih seiring penambahan waktu tunggu dan kualitas jawaban mungkin menjadi lebih baik, dan (2) para guru juga mungkin
mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir ketika menggunakan Think-Pair-Share. Mereka dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan pertanyaaan tingkat tinggi.
Pembelajaran Kooperatif Model Think-Pair-Share
Model Think-Pair-Share tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif, model Think-Pair-Share dapat juga disebut sebagai model belajar-mengajar berpasangan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1985 (Think-Pair-Share) sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royaong. Model ini memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model Think-Pair-Share sebagai ganti dari tanya jawab seluruh kelas.
Sebagai suatu model pembelajaran Think-Pair-Share memiliki langkah-langkah tertentu. Menurut Muslimin (2001: 26) langkah-langkah Think-Pair-Share ada tiga yaitu : Berpikir (Thinking), berpasangan (Pair), dan berbagi (Share)
Tahap 1 : Thinking (berpikir)
Kegiatan pertama dalam Think-Pair-Share yakni guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara untuk beberapa saat. Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri dalam mengolah informasi yang dia dapat.
Tahap 2 : Pairing (berpasangan)
Pada tahap ini guru meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 : Share (berbagi)
Pada tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Keunggulan dari Think-Pair-Share ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model Think-Pair-Share ini memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik
TPS
Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah: a) memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan b) siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah, c) siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang, d) siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar, e) memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran (Hartina, 2008: 12). Senada dengan pendapat Hartina, Lie (2005: 46) mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berpasangan (kelompok yang teridiri dari 2 orang siswa) adalah 1) akan meningkatkan pasrtisipasi siswa, 2) cocok untuk tugas sederhana, 3) lebih banyak memberi kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, 4) interaksi lebih mudah, dan 5) lebih mudah dan cepat membentuk kelompok. Selain itu, menurut Lie, keuntungan lain dari teknik ini adalah teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak (Hartina, 2008: 12). Menurut Lie (2005: 46), kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok yang terdiri dari 2 orang siswa) adalah: 1) banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor, 2) lebih sedikit ide yang muncul, dan 3) tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok.
Tahapan-tahapan dalam pembelajaran think-pair-share sederhana, namun penting terutama dalam menghindari kesalahan dalam kerja kelompok. Dalam model ini guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Adanya kegiatan berpikir-berpasangan-berbagi dalam metode thinkpair-share memberi banyak keuntungan. Siswa secara individual dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu berpikir (think time) sehingga kualitas jawaban siswa juga dapat meningkat. Menurut Nurhadi (2003: 65), akuntabilitas berkembang karena setiap siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga siswa yang jarang atau bahkan tidak pernah berbicara di depan kelas paling tidak memberi ide atau jawaban kepada pasangannya.
Kelebihan metode pembelajaran TPS menurut Ibrahim, dkk. (2000:6):
1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.
2. Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan
mempengaruhi hasil belajar mereka.
3. Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional.
4. Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan metode konvensional.
5. Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini
dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.
6. Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.
Kelemahan metode TPS adalah pembelajaran yang baru diketahui, kemungkinan yang dapat timbul adalah sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar siswa (Ibrahim,2000:18). @ sumber
Langganan:
Postingan (Atom)