Sejarah Perkembangan Kurikulum Sejak 1968, 1975, 1984, KBK Hinggar KTSP

BAB I : PENDAHULUAN

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Dengan pendidikan, kita mengharapkan melalui pendidikan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyarakat. Oleh karena itu kurikulum yang berisi pada tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.

Setiap berubahnya zaman, kurikulum harus berubah sesuai perubahan yang berlaku pada tatanan nilai kehidupan yang pada setiap zaman tersebut.

Perubahan kurikulum tidaklah dapat dirumuskan secara cepat dan tepat, namun memerlukan waktu yang terus berubah dalam penyempurnaan kurikulum tersebut, yanag mana komponen- komponen dari kurikulum tersebut berubah dengan suatu upaya yang disengaja. Oleh karena itu, perubahan kurkulum dapat berupa perubahan sebahagian dan berupa perubahan total.

Dikatakan perubahan sebahagian, karena adanya perubahan salah satu komponen kurikulum dengan komponen kurikulum sebelumnya. Mislanya perubahan tujuan yang tidak sesuai dengan tuntutan perkembanagan ilmu, masyarakat ataupun zaman.

Faktor penyebab terjadinya perubahan kurikulum pada setiap zaman adalah karena adanya perluasan dan pemerataan kesempatan belajar kemudian peningkatan mutu pendidikan yang sesuai dengan zaman, relevansi pendidikan serta efektifitas dari efisiensi pendidikan sendiri. Dengan faktor- faktor inilah maka, pemakalah akan membahas mengenai tingkatan dalam pengembangan kurikulum dari tahun 1968, 1975, 1984, KBK Sampai Dengan KTSP pada saat sekarang ini, yang mana nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh kita dalam setiap pengembangan kurikulum yang lebih baik dari sebelumnya. Amin.

BAB II : PEMBAHASAN

TINGKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM DARI 1968, 1975, 1984, KBK SAMPAI DENGAN KTSP

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004, serta yang terbaru adalah kurikulum 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan Iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

Salah satu konsep yang terpenting untuk maju adalah melakukan perubahan- perubahan. Tentu yang kita harapakan adalah perubahan untuk lebih maju yang mana telah belajar dari kesalahan- kesalahan terdahulu dan sebuah perubahan harus juga disertai dengan konsekuensi- konsekuensi yang harus benar- benar dipertimbangkan agar tumbuh kebijaksanaan yang lebih bijaksana.
Berikut ini merupakan tingkatan dalam pengembangan kurikulum di neagara Indonesia.

A. Kurun Waktu 1945 sampai 1968


a. Rencana Pelajaran 1947


Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda leer plan artinya rencana pelajaran. lebih populer ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan Rencana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok, yakni:
  1. Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya,
  2. Dan garis-garis besar pengajaran.
Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

b. Rencana Pelajaran Terurai 1952

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut rencana pelajaran terurai 1952. "Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran," (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995). Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Panca wardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

B. Kurun waktu tahun 1968 sampai tahun 1999

a. Kurikulum 1968


Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dengan suatu pertimbangan untuk tujuan pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok.

Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok saja," . Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

b. Kurikulum 1975


Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Drs Mudjito, Ak.Msi (Direktur Pemb. TK dan SD Depdiknas). yang melatar belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu," Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.

Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
Prinsip- prinsip yang melandasi kurikulum 1975/ 1976 didasarkan atas prinsip- prinsip yaitu :

  • Perinsip berorientasi pada tujuan. Kurikulum 1975 berorientasi pada tujuannya yakni mengingat sangat pentingnya fungsi dan peranan sekolah dalam pembinaan para siswa dan mengingat terbatasnya waktu belajar di sekolah.
  • Perinsip relevansi. Suatu sistem pendidikan hanya akan bermakna apabila kurikulum yang dipergunakan relevan dengan kebutuhan dan tuntutan lapangan kerja.
  • Prinsip efisiensi dan efektifitas. Kurikulum 1975/ 1976 menekankan kepada efisensi dan efektifitas penggunaan dana, daya dan waktu.
  • Prinsip fleksibilitas. Pelaksanaan suatu program hendaknya didasarkan dengan mempertimbangkan faktor- faktor ekosistem dan kemampuan penyediaan fasilitas yang menunjang terlaksananya program.
  • Prinsip berkesinambungan/ kontinuitas. Sesuai dengan tujuan institusional, siap mempersiapkan para siswa untuk berkembang menjadi warga masyarkat, tetapi juga dipersiapkan untuk mampu melanjutkan kesetiap jenjang pendidikan.
  • Prinsip pendidikan seumur hidup. Dalam GBHN telah dirumuskan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Pendidikan para siswa tidak cukup hanya di sekolah saja, sekalipun kesempatan belajar yang luas dan penting, melainkan harus dilanjutkan kemasyarakat.
c. Kurikulum 1984


Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).

Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.

CBSA merupakan sustu proses belajar mengajar yang aktif dan dinamis. Dipandang dari segi peserta didik, maka CBSA adalah proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka belajar. Jika dipandang dari sudut guru sebagai fasilitator, maka CBSA merupakan suatu strategi belajar yang direncanakan sedemikian rupa, sehingga proses belajar mengajar yang dilaksanakan menuntut aktifitas dari peserta didik yang dilakukannya secara aktif. Dengan demikian maka proses belajar mengajar dimana peserta didik terlibat secara intelektual- emosional dapat direncanakan guru dalam suatu sistem instruksional yang ekeftif dan efisien, sebagai tujuan pengajaran dapat dicapai lebih baik.

Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA, yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar yang menyolok, guru tak lagi mengajar model berceramah.Penolakan CBSA akhirnya banyak bermunculan.

Adapun beberapa kelemahan dari CBSA menurut Oemar Hamalik, yakitu :
  1. Tidak menjamin dalam melaksanakan keputusan. Kendatipun telah mencapai persetujuan atau kensekuensi, namun keputusan- keputusan itu belum tentu dapat dilaksanakan.
  2. Diskusi tidak dapat diramalkan. Pada mulanya diskusi diorganisasikan secara baik, tetapi selanjutnya mungkin saja mengarah ketujuan lain, sehingg terjadi free for yall.
  3. Memasyarakatkan agar semua memiliki keterampilan berdiskusi yang diperlukan untuk berpartisipasi secara aktif.
  4. Membentuk pengaturan fisik (seperti kursi dan meja) dan jadwal kegiatan secara luas.
  5. Dapat didominasi oleh seorang atau sejumlah siswa sehingga sehingga dia menolak pendapat peserta lain.
  6. Jadi, kelemahan dari CBSA yakni siswa yang pandai akan bertambah pandai sedangkan yang bodoh akan ketinggalan.
Selain itu kelebihan dari CBSA yaitu :
  1. Prakarsa siswa dapat lebih dalam kegiatan belajar yang ditunjukkan melalui kebenaran memberikan pendapat.
  2. Keterlibatan siswa di dalam kegiatan- kegiatan belajar yang telah berlangsung yang ditunjukkan dengan peningkatan diri kepada tugas kegiatan.
  3. Peranan guru yang lebih banyak sebagai fasilitator merupakan sisi lain dari pada kadar, sehingga prakarsa serta tanggung jawab siswa atau mahasiswa dalam kegiatan belajar sangat kurang.
  4. Belajar dari pengalaman langsung.
  5. Kualitas interaksi antara siswa, baik intelektual maupun sosial.
d. Kurikulum 1994 dan suplemen kurikulum 1999


Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 19975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.

Kurikulum pendidikan agama tahun 1994 juga lebih menekankan materi pokok dan lebih bersifat memaksakan target bahan ajar sehingga tingkat kemampuan peserta didik terabaikan. Hal ini kurang sesuai dengan prinsip pendidikan yang menekankan penegembangan pesrta didik lewat fenomena bakat, minat serta dukungan sumber daya lingkungan.

C. Kurun Waktu 1999 Sampai Sekarang

a. Kurikulum 2004 (KBK)

Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum 2004, yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi dan pengembangan pembelajaran.

KBK dapat diarikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas- tugas dengan standart performance tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.

KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai sikap dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran dan keberhasilan agar penuh tanggung jawab.

KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  • Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
  • Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
  • Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.
  • Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian. Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”.
KBK juga mengharapkan guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun demikian, konsep ini tentu tidak saja dapat digunakan sebagai resep untuk memecahkan semua masalah pendidikan, namun dapat memberi sumbangan yang cukup signifikan terhadap perbaikan pendidikan.

Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memilki karakteristik sebagai berikut :
  1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal.
  2. Berorientasi pada hasil belajar dan keberagamaan.
  3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
  4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
  5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalan upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus menagandung tiga unsur pokok, yakni :
  1. Pemilihan kompetensi yang sesuai.
  2. Spesifikasi indikator- indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi.
  3. Pengembangan pembelajaran.
b. Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan (KTSP)

Kurikulum tingkatan satuan pendidikan (KTSP) merupakan pengembangan yang sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah, daerah, karakteristik sekolah atau sekolah maupun sosisal budaya masyarakat setempat dan karakteristik peserta didik.

Tujuan KTSP
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah :
  1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, pengelolaan dan meberdayakan sumber daya yang tersedia.
  2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
  3. Meningkatkan kompetensi yang sehat satuan pendidikan, tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
Adapun karkateristik dan implementasi KTSP adalah :
  • KTSP merupakan kurikulum operasional yang pengembangannya diserahkan kepada daerah dan satuan pendidikan.
  • Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar profesionalisme tenaga kependidikan serta sistem penilaian.
  • Berdasarkan dari uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa karakteristik sebagai berikut :
  • Pemberian otonomi yang luas kepada sekolah sebagai satuan pendidikan.
  • Partisipasi masyarakat dan orang tua yang tertinggi.
  • Kepemimpinan yang demokratis dan profesional.
  • Dan tim- kerja yang kompak dan transparan.
Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat mentepkan standar kompetensi dan komptensi dasar, yang mana sekolah, dalam hal ini guru, dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilainnya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan Dinas Pendidikan Daerah dan wilayah setempat.

Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia indonesia seutuhnya melalui olah hati, olah pikir, olah rasa dan olahraga, agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Releavansi pendidikan dimasksudkan untuk menghasilakn kelulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang berbasis potensi sumber daya alam indonesia. Peningkatan efisensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerpan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.

Implementasi undang- undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dijabarkan kedalam sejumlah peraturan, antara lain peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional. Peraturan pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakannya delapan standar nasional pendidikan, yakni : 1. standar isi, 2. standar proses, 3. standar kompetensi lulusan, 4. standar pendidik dan tenaga kependidikan, 5. standar sarana prasarana, 6. standar pengelolaan, 7. standar pembiayaan, 8. dan standar penilaian pendidikan.

Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005, pemerintah telah mengiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yakni kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan disetiap satuan pendidikan.

Secara substansional, pemberlakuan atau penamaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) lebih kepada pengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP Nomor 19/ 2005. Akan tetapi esensi isi dan arah pengembangan pemebelajran tetap masih bercirikan tercapainya paket- paket kompetensi ( dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject materi), yaitu :
  • Menekankan pada keterampilan kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
  • Berorientasi pada hasil belajar (learning autcomes) dan keberagamaan.
  • Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
  • Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber lainnya yang memenuhi unsur edikatif.
  • Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar dibandngkan dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar kalender pendidikan, hingga pada pengembangan silabusnya.

BAB III : KESIMPULAN


Setiap berubahnya zaman, kurikulum harus berubah sesuai perubahan yang berlaku pada tatanan nilai kehidupan yang pada setiap zaman tersebut. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan Iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.

Faktor penyebab terjadinya perubahan kurikulum pada setiap zaman adalah karena adanya perluasan dan pemerataan kesempatan belajar kemudian peningkatan mutu pendidikan yang sesuai dengan zaman, relevansi pendidikan serta efektifitas dari efisiensi pendidikan sendiri.

Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968 (leer plan artinya rencana pelajaran) dan 1975, 1984 (Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL)., 1994, dan 2004 (KBK), serta yang terbaru adalah kurikulum 2006 (KTSP) pada saat sekarang ini.
×

© KTSP SMART SYSTEM. All rights reserved.

Designed by Way2themes