Pengembangan Soft Skill Dalam Pembelajaran IPS Di SMP Melalui Model Cooperative Learning

Pengembangan Soft Skill Dalam Pembelajaran IPS Di SMP, Melalui Model Cooperative Learning

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Akhir-akhir ini,  bangsa Indonesia dihadapkan pada permasalahan multi dimensi yang menyentuh berbagai tatanan kehidupan mendasar manusia. Bukan hanya berkaitan dengan aspek ekonomi, namun juga aspek sosial, budaya dan ahlak. Krisis pada aspek sosial khususnya sudah sampai pada bentuk yang cukup memprihatinkan. Penyimpangan perilaku sosial tidak hanya diperlihatkan oleh para siswa tetapi juga para mahasiswa, bahkan orang dewasa dalam bentuk perilaku-perilaku kekerasan, pemaksaan kehendak, pengrusakan, konflik antar kelompok serta tawuran. Berbagai bentuk kemiskinan sosial juga banyak diperlihatkan, seperti miskin pengabdian, kurang disiplin, kurang empati terhadap masalah sosial, kurang efektif berkomunikasi serta kurang disiplin. Hal itu menunjukkan adanya permasalahan pribadi dan sosial di kalangan masyarakat berpendidikan tinggi (Supriadi, D. 1997: 48).

Pada kalangan siswa SMP seperti juga masyarakat pada umumnya gejala masalah pribadi dan sosial ini juga tampak dalam perilaku keseharian. Sikap-sikap individualistis, egoistis, acuh tak acuh, kurangnya rasa tanggung jawab, malas berkomunikasi dan berinteraksi atau rendahnya empati merupakan fenomena yang menunjukkan adanya kehampaan nilai sosial dalam kehidupan sehari-hari.

Sesungguhnya dalam menghadapi kondisi yang demikian, pendidikan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar. Pendidikan dapat memberikan kontribuasi dalam mengatasi masalah sosial sebab pendidikan memiliki fungsi dan peran dalam meningkatkan sumber daya manusia. Sumber daya manusia dapat menjadi kekuatan utama dalam mengatasi dan memecahkan masalah sosial-ekonomi yang dihadapi, tetapi juga dapat menjadi faktor penyebab munculnya masalah-masalah tersebut. Naisbitt (dalam Fong 1999) menegaskan bahwa “ Education and traning must be a major priority, they are the keys to maintaining competitiveness”. Sumber daya manusia yang berkualitas, dengan pegangan norma dan nilai yang kuat, kinerja dan disiplin tinggi yang dihasilkan oleh pendidikan yang berkualitas dapat menjadi kekuatan utama untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Sebaliknya sumber daya manusia yang tidak berkualitas, lemah dalam pegangan norma dan nilai, rendah disiplin dan kinerja yang dihasilkan oleh pendidikan yang kurang berkualitas dapat merupakan pangkal dari permasalahan yang dihadapi.

Mata pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial memegang peran yang lebih besar dalam mengatasi atau mengurangi masalah dan perilaku penyimpangan sosial dan pribadi. Kemampuan pribadi dan sosial berkenaan dengan penguasaan karakteristik, nilai-nilai sebagai pribadi dan sebagai warga masyarakat serta kemampuan untuk hidup bermasyarakat.

Pendidikan IPS  yang dikembangkan dan dilaksanakan dalam kurikulum-kurikulum di Indonesia, khususnya pada jenjang SMP.  telah membawa beberapa hasil, walaupun belum optimal. Secara umum penguasaan  Ilmu pengetahuan sosial lulusan SMP relatif cukup, tetapi penguasaan nilai dalam arti penerapan nilai, keterampilan sosial dan partisipasi sosial hasilnya belum menggembirakan.  Kemampuan Hard skill yang dimiliki siswa tidak sebanding dengan kemampuan soft skill-nya Kelemahan tersebut sudah tentu terkait atau dilatarbelakangi oleh banyak hal, terutama proses pendidikan atau pembelajarannya, kurikulum, para pengelola dan pelaksanaanya serta faktor-faktor yang berpengaruh lainnya.

Beberapa temuan penelitian dan pengamatan ahli memperkuat kesimpulan tersebut. Dalam segi hasil atau dampak pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS terhadap kehidupan bermasyarakat, masih belum begitu nampak. Perwujudan nilai-nilai sosial yang dikembangkan di sekolah belum nampak dalam kehidupan sehari-hari, keterampilan sosial para lulusan pendidikan dasar khususnya masih memprihatinkan, partisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan semakin menyusut.

Banyak penyebab yang melatarbelakangi mengapa pendidikan IPS belum dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan. Faktor penyebabnya dapat berpangkal pada kurikulum, rancangan, pelaksana, pelaksanaan ataupun faktor-faktor pendukung pembelajaran. Berkenaan dengan kurikulum dan rancangan pembelajaran IPS, beberapa penelitian sebelumnya memberi gambaran tentang kondisi tersebut. Hasil penelitian Balitbang Depdikbud tahun 1999 menyebutkan bahwa “ Kurikulum 1994 tidak disusun berdasarkan basic competencies melainkan pada materi, sehingga dalam kurikulumnya banyak memuat konsep-konsep teoretis” (Boediono, et al. 1999: 84). Hasil Evaluasi Kurikulum IPS SD Tahun 1994 menggambarkan adanya kesenjangan kesiapan siswa dengan bobot materi sehingga materi yang disajikan dianggap terlalu sulit bagi siswa, kesenjangan antara tuntutan materi dengan fasilitas pembelajaran dan buku sumber, kesulitan manajemen waktu, serta keterbatasan kemampuan melakukan pembaharuan metode mangajar (Depdikbud, 1999).

Berdasarkan hal-hal di atas nampak, bahwa pada satu sisi betapa pentingnya peranan pendidikan IPS dalam mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan sosial agar para siswa menjadi warga masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang baik namun di pihak lain masih banyak ditemukan kelemahan dalam pembelajaran IPS, baik dalam rancangan maupun proses pembelajaran. Salah satu upaya yang memadai untuk itu adalah dengan melakukan pengembangan model pembelajaran yang mampu meningkatkan keterampilan sosial dan kemampuan soft skill. Menggunakan model pembelajaran keterampilan sosial diharapkan dapat ditingkatkan sasaran instruksional berupa keterampilan sosial namun juga sasaran ikutan berupa pengetahuan IPS. Berdasarkan latar belakang dan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, makalah ini  difokuskan pada “Bagaimana penerapan model cooperative learning untuk meningkatkan kemampuan soft skill ? “

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Soft Skill

Istilah soft skill memang tergolong baru terdengar, tetapi  sebenarnya softskill bukan merupakan hal yang baru.  Pada dasarnya  soft skill merupakan kemampuan-kemampuan dasar yang perlu ditumbuhkan dalam diri seseorang agar dapat memotivasi diri dan orang lain, bertanggung jawab, membangun relasi, berkomunikasi, negosiasi, beradaptasi dengan lingkungan, berkreasi, berinovasi, memimpin, membangun kerjasama, mengelola sumber daya dan lain sebagainya.

Menurut Wikipedia,  Soft skills is a sociological term which refers to the cluster of personality traits, social graces, facility with language, personal habits, friendliness, and optimism that mark people to varying degrees.

Menurut Wahyu Widhiarso (2008) Soft skills adalah seperangkat kemampuan yang mempengaruhi bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain. Soft skills memuat komunikasi efektif, berpikir kreatif dan kritis, membangun tim, serta kemampuan lainnya yang terkait kapasitas kepribadian individu.

Soft skill pada dasarnya adalah  keterampilan yang digunakan dalam berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain. Secara garis besar keterampilan ini dapat dikelompokkan ke dalam: 1)Process Skills, 2)Social Skills, 3)Generic Skills.

Contoh lain dari keterampilan-keterampilan yang dimasukkan dalam kategori soft skills adalah etika/profesional, kepemimpinan, kreativitas, kerjasama, inisiatif, facilitating kelompok maupun masyarakat, komunikasi, berpikir kritis, dan problem solving. Keterampilan-keterampilan tersebut umumnya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat. Pembelajaran IPS salah satunya bertujuan  untuk mengembangkan ketrampilan untuk menjalani kehidupan dalam masyarakat, oleh karenanya  dalam pembelajaran IPS diperlukan pengembangan  soft skill.

2. Pengembangan soft Skill

Soft skills memiliki banyak variasi yang di dalamnya termuat elemen-elemen. Berikut ini akan dijelaskan beberapa jenis soft skills yang terkait dengan kesuksesan berdasarkan dari hasil-hasil penelitian.


  1. Kecerdasan Emosi. Melalui penelitian yang intensif Goleman (1998) menemukan bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya didukung oleh seberapa smart seseorang dalam menerapkan pengetahuan dan mendemonstrasikan keterampilannya, akan tetapi seberapa besar seseorang mampu mengelola dirinya dan interaksi dengan orang lain. Keterampilan tersebut dinamakan dengan kecerdasan emosi. Terminologi kecerdasan Emosi diperkenalkan pertama kali oleh Salovey dan Mayer untuk menyatakan kualitas-kualitas seseorang, seperti kemampuan memahami perasaan orang lain empati, dan pengaturan emosi untuk meningkatkan kualitas hidup (Gibbs, 1995). Kecerdasan emosi juga meliputi sejumlah keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain; dan kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan meraih tujuan hidup.
  2. Komunikasi Efektif. Cangelosi dan Petersen (1998) menemukan bahwa banyak kegagalan siswa di sekolah, masyarakat dan tempat kerja diakibatkan rendahnya keterampilan dalam berkomunikasi. Selain keterampilan komunikasi berperan secara langsung, peranan tidak langsung juga ditemukan. Secara tidak langsung keterampilan komunikasi mempengaruhi tingkat kepercayaan diri dan dukungan sosial yang kemudian dilanjutkan pengaruhnya kesuksesan.
Soft skills memuat banyak jenis dan variasi. Institusi perlu menetapkan terlebih dahulu jenis soft skills yang dikembangkan. Eksplorasi hasil penelitian dan masukan dari alumni atau pakar dapat dipakai sebagai pertimbangan untuk memilih soft skills mana yang akan ditingkatkan.

3.      Penerapan Model Cooperative Learning dalam pembelajaran IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang diajarkan guna mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, sejarah, antropologi, ilmu politik, dan sebagainya dengan menampilkan permasalahan sehari-hari masyarakat sekeliling. Menurut National Council for Social Studies (dikutip dari http://www.socialstudies.org/standards/execsummary), IPS dikenal dengan istilah social studies yang didefinisikan sebagai berikut:
Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.
Studi sosial merupakan studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk mempromosikan kompetensi kewarganegaraan. Dalam program sekolah, ilmu-ilmu sosial disajikan terkoordinasi dan sistematik meliputi berbagai disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, serta konten yang sesuai dari humaniora, matematika, dan ilmu-ilmu alam. Tujuan utama studi sosial adalah untuk membantu kaum muda mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan yang rasional dan bisa diinformasikan untuk kepentingan publik sebagai warga negara yang beragam budaya, masyarakat demokratis di dunia yang saling tergantung.

Tujuan pembelajaran IPS (Puskur, 2006: 7) adalah mengembangkan potensi siswa agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Sebagai bidang ajar di sekolah, IPS memiliki tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sosial dalam bentuk konsep dan pengalaman belajar yang dipilih atau diorganisasikan dalam rangka kajian ilmu sosial.

Diperlukan strategi dalam pengembangan soft skill pada pembelajaran IPS. Menurut ASCD, ( Suwarma : 2007 ; 146) Jika diidentifikasi, ada sejumlah ketrampilan yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran IPS :1)Ketrampilan berfikir; 2)Ketrampilan bekerjasama; 3)Ketrampilan pengendalian diri; 4)Keterampilan dalam pemanfaatan peluang kerja

Karakteristik pembelajaran untuk pengembangan keterampilan sosial dapat diidentifikasi sebagai berikut :1) Menekankan pada proses; 2) Menekankan pada aktivitas siswa (pembelajar)menggunakan multi metoda; 3) Menggunakan multi media dan sumber pembelajaran; 4) Guru sebagai fasilitator pembelajaran; 5) Menekankan pada pelatihan ketrampilan; 6) Menekankan pada berkarya; 7) Berpartisipasi dalam kehidupan sosial; Kelas sebagai “laboratorium sosial”; 9) Mampu mencari dan memilah informasi; 10) Mampu mempelajari hal-hal baru  untuk memecahkan masalah sehari-hari; 11) Memiliki keterampilan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan; 12) Memahami menghargai dan mampu bekerjasama dengan orang lain yang majemuk; 13)Mampu mentransformasikan kemampuan akademik dan beradaptasi dengan perkembangan masyarakat global.

Jika kita melihat karakteristik pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan sosial dan Soft skill khususnya, dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif ( cooperative learning).

Cooperative learning telah lama dikembangkan oleh para akhli sebagai alternative untuk meningkatkan mutu pembelajaran, terutama untuk mentransformasikan model  pembelajaran yang berpusat pada guru kepada model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Menuntut untuk dapat dipecahkan melalui kerjasama dalam belajar. Siswa dapat secara  bersama menyelesaikan pemecahan masalah, dengan memungkinkan mereka saling belajar dengan prinsip pembelajaran bersama teman sebaya (peer teaching). Model ini sangat memungkinkan dominasi guru pada proses pembelajaran dapat dihindarkan, dan ditransformasikan kepada kegiatan siswa dalam belajar bersama. Siswa akan memiliki pengalaman tersendiri ketika mereka berinteraksi dalam belajar bersama dengan teman kelompoknya. Dalam pembelajaran IPS sangat dianjurkan karena sesuai dengan tujuan IPS untuk mengembangkan ketrampilan sosial, dimana nilai-nilai dan ketrampilannya dapat dikembangkan dalam model pembelajaran ini.

Seperti halnya berbagai penelitian menunjukkan  bahwa pembelajaran oleh teman sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif  dari pada pembelajaran yang banyak didominasi oleh guru. Bahkan pembelajaran yang melibatkan siswa dalam bekerja sama ini lebih memberikan pengalaman siswa memperoleh bersama-sama temannya. Model pembelajaran ini telah berhasil dengan baik memperkuat pembelajaran berbasis pada siswa aktif belajar bersama dan mentransformasikan posisi dan peran guru dari posisis sebagai pengajar ( teacher center) menjadi fasilitator yang kreatif menciptakan suasana dan lingkungan pembelajaran yang mengaktifkan siswa belajar.

Cooperative learning  artinya  belajar bersama-sama, saling membantu antara satu dengan lainnya dalam belajar dan memastikan bahwa setiap  orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas  yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cooperative learning adalah menyangkut teknik pengelompokkan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai lima orang.

Dalam model ini tujuan belajar menjadi tujuan bersama sebagai tujuan kelompok belajar, tujuan adalah dan tanggung jawab bersama untuk mencapai, apabila divisualkan  dalam materi pembelajaran yang problematic, maka penyelesaian masalah adalah merupakan tanggung jawab  bersama dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan seperti halnya tujuan pembelajaran IPS.

Mereka akan berkompetitif dengan kelompok lain sehingga akan memperkuat saling ketergantungan satu sama lain dalam  kelompo yang akan memperkuat semangat kerjasama dalam kelompok. Hal ini sama dengan kehidupan nyata dalam masyarakat majemuk dan tingkat pengetahuan yang beragam, sehingga memungkinkan proses “saling membantu dalam semangat kerjasama “dalam masyarakat Indonesia yang dikenal dengan budaya “gotong royong” pengalaman belajar akan terbangun  seperti halnya dalam kehidupan masyarakat, siswa yang lambat dapat dibantu oleh mereka yang cepat, yang memiliki sumber pembelajaran yang lebih baik akan member kepada yang kurang, demikian pula sebaliknya.

Soft skill dalam pembelajaran IPS dengan model pembelajaran ini dibangun dengan sikap intreraksi sosial, cara mereka mengemukakan pendapat, bertanya, menanggapi dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain secara baik dan  benar sesuai dengan nilai-nilai demokrasi, (Gulo;2002). Model pembelajaran yang  lebih relevan dengan pengembangan soft skill adalah Pembelajaran Kooperatif sebagai pengembangan dari perpaduan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) atau Pembelajaran Peningkatan Prestasi Tim (PPPT); Teams-Games Tournament (TGT) atau Pembelajaran Permainan Tim (PPT); Jigsaw atau Permainan Keahlian Tim (PKT) dari Slavin dan Pembelajaran Kooperatif dari A.Lie.

C. SIMPULAN

  1. Soft skills adalah seperangkat kemampuan yang mempengaruhi bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain. Soft skills memuat komunikasi efektif, berpikir kreatif dan kritis, membangun tim, serta kemampuan lainnya yang terkait kapasitas kepribadian individu.
  2. Melalui penelitian yang intensif Goleman (1998) menemukan bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya didukung oleh seberapa smart seseorang dalam menerapkan pengetahuan dan mendemonstrasikan keterampilannya, akan tetapi seberapa besar seseorang mampu mengelola dirinya dan interaksi dengan orang lain. Keterampilan tersebut dinamakan dengan kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi juga meliputi sejumlah keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain; dan kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan meraih tujuan hidup.
  3. Strategi dalam pengembangan soft skill pada pembelajaran IPS. Menurut ASCD, ( Suwarma : 2007 ; 146) Jika diidentifikasi, ada sejumlah ketrampilan yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran IPS : Ketrampilan berfikir, Ketrampilan bekerjasama, Ketrampilan pengendalian diri, Keterampilan dalam pemanfaatan peluang kerja
  4. Karakteristik pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan sosial dan Soft skill khususnya, dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif ( cooperative learning).
  5. Model pembelajaran yang  lebih relevan dengan pengembangan soft skill adalah Pembelajaran Kooperatif sebagai pengembangan dari perpaduan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) atau Pembelajaran Peningkatan Prestasi Tim (PPPT); Teams-Games Tournament (TGT) atau Pembelajaran Permainan Tim (PPT); Jigsaw atau Permainan Keahlian Tim (PKT) dari Slavin dan Pembelajaran Kooperatif dari A.Lie.

Penulis: Oleh : Iyos Rosilawati, S.Pd

D. DAFTAR PUSTAKA
Al Muchtar Suwarma. (2007). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan). Bandung: PT Imperial Bhakti Utama.
Al. Muhtar,Suwarma.(2007). Strategi Pembelajaran Pendidikan IPS. Bandung: UPI
Anonim, tanpa tahun. Expectations of Excellence: Curriculum Standards for Social Studies–Executive Summary. http://www.socialstudies.org/standards/execsummary, Diakses tanggal 2 Januari 2010.
Banks, JA. & Ambrose, A.C. (1985). Teaching Strategies for the Social Studies. New York: Longman,Inc.
Baar, Sarth and Shermis. (1978). The Nature of the Social Studies. Palm Spring California: ETC Publications.
Bell,B.(1993). Children’s Science,Constructivism and Learning in Science. Australia: Dekin University.
Bloom, B.S. (1976). Human Characteristicts and School Learning. New York: Mc Graw-Hill Book.
Boediono,M. et, al. (1990). Menyongsong Globalisasi: Loncatan Konseptua & Kepemimpinan Intelektual. Mimbar Pendidikan. IX. Bandung: IKIP Bandung.
. ………., (1997). Pendidikan dan Perubahan Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media..
Bogdan R. and Biklen, SK. (1992). Qualitative and Research for Education: An Introduction to Theory and Method. Boston: Allyn and Bacon.
Cartledge, Cr. And Milburn, J. f. (1992). Teaching Social Skill to Children: Innovative Approach. New York: Pergemon Press.
Chaplin, J.R. & Messick, R.G. (1992). Elementary Social Studies: A Practical Guide. New York: Longman.
Chauhan, S.S. (1979). Innovation in Teaching –Learning Process. New Delhi: Vikas Publishing House PVT,Ltd.
Isjoni. 2007. Cooperative Learning. (Efektifitas Pembelajaran Kelompok). Bandung: Alfabeta
Jarolimek,John & Parker, Walter C ( 1963) Social Studies in Elementary School (9Th ed), New York Macmillan Publishing Company
Keeffe, Mary and Carrington, Suzanne. 2007. Schools and Diversity (2nd Edition). New South Wales: Pearson Education Australia
Lie ,Anita. (2004) Cooperative Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas). Jakarta: PT. Grasindo
Mangkoesapoetra. (2005). Pembelajaran Pendidikan IPS Di Tingkat Sekolah Dasar. http://re-searchengines.com/0805arief7.html Diakses pada tanggal 2 Januari 2010.
Miller.P.John & Wayne Seller, (1985), Curriculum Perspective and Practice, New York& London :Longman
Puskur (2006). Model pengembangan silabus mata pelajaran dan rencana pelaksanaan pembelajaran IPS terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jakarta. Depdiknas.
Syaodih, Erliany. (2009). Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial. EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya. [Online]. Tersediaa: http://educare.e-fkipunla.net. [9Juni 2009].

Incoming search terms
soft skill adalah
, soft skill mahasiswa, pelatihan soft skill, pengertian soft skill, definisi soft skill, soft skill dan hard skill, apa itu soft skill, pengembangan soft skill, materi soft skill, soft skill training, interpersonal skill, softskill, training soft skill, soft skill ppt, hard skill soft skill, soft skills pdf, softskill training

×

© KTSP SMART SYSTEM. All rights reserved.

Designed by Way2themes